Ibnu Asakir
Ia adalah Fakhruddin Abu Manshur Abdurrahman bin Muhammad bin Al Hasan,
seorang syaikh, imam, ulama yang menjadi panutan, seorang mufti dan guru
besar madzhab Syafi’i, ia berasal dari Damaskus.
Ia dilahirkan pada tahun 550 H.
Orang-orang tidak merasa bosan melihat kepadanya karena ia menyambut
setiap orang dengan sambutan yang hangat, dengan wajah yang
berseri-seri, dengan kelembutan serta kesahajaannya dalam berpakaian,
lisannya tak pernah berhenti berdzikir, ia sering menyampaikan hadits
dari atas An-Nasr.221
Abu Syamah berkata, “Aku banyak belajar darinya berbagai permasalahan,
Raja memintanya untuk memegang jabatan sebagai hakim, tetapi Ibnu Asakir
menolaknya, raja terus memintanya sampai malam-malam raja mendatanginya
untuk membujuknya agar mau menjadi hakim, raja pun tidak kehabisan
akal, ia menghidangkan berbagai macam makanan, tetapi Ibnu Asakir tetap
menolaknya, rajapun semakin mendesaknya, maka Ibnu Asakir berkata kepada
raja, ‘Aku telah ber-istikharah, dan Allah memberitahukanku siapa yang
cocok untuk memegang jabatan sebagai hakim.” Kemudian ia kembali ke
rumahnya yan kecil yang terletak di mihrab salah seorang sahabat, ia
memang lebih banyak menghabisi waktu siangnya di dalam rumah, ketika
fajar menyingsing, raja kembali mendatanginya tetapi ia tetap bersikeras
pada penolakannya, namun ia menunjukkan kepada raja orang yang pantas
dijadikan sebagai hakim, ia adalah Ibnu Harastani, dan raja pun
mengangkatnya sebagai hakim.
Abu Syamah berkata pula, “Ibnu Asakir enggan untuk melalui sekumpulan
pengikut Hanabilah agar tidak terjadi konflik di antara mereka, karena
kaum awam dari madzhab Hanabilah sangat membenci Bani Asakir karena
ke-Asy’ariyahan mereka, raja belum dapat mempercayakannya untuk mengajar
karena Ibnu Asakir mengecam pelegalan minuman keras dan pemungutan
pajak.”
Ia wafat pada tahun 620 H. Hanya sedikit yang tidak mengiringi jenazahnya.
Abu Syamah kembali berkata, “Pada suatu siang Ibnu Asakir shalat Zhuhur,
kemudian ia bertasyahud dan duduk sambil menunggu waktu Ashar tiba,
lalu ia berwudhu dan mengucapkan,
“Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai
Nabiku, semoga Allah menyampaikan hujjahku dan memaafkan kesalahanku,
serta merahmati keterasinganku.”
Setelah mengucapkan doa tersebut, tiba-tiba ia berkata, ‘Wa alaikum
salam’, maka tahulah kami bahwa ia telah dijemput malaikat maut, dan ia
pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
0 komentar:
Show Hide CommentsPosting Komentar