Al Malik Ar-Rahiim
Dia adalah sultan Badruddin Abu Al Fadhaa’il Lu’lu’ Al Armeni An-Nuuri
Al Atabiki budak Sultan Nuruddin Arsalan Syah bin Sultan Izzuddin Mas’ud
bin Maudud bin Zanki bin Aaqasqar sang penguasa Maushil.
Dia dahulunya adalah seorang budak yang paling disayangi oleh tuannya
yaitu Nuruddin. Dia merupakan guru bagi keluarganya. Ketika Nuruddin
meninggal dunia, dia diwarisi oleh anaknya yang bernama Al Qaahir. Pada
saat kematian raja Al Adil sultan Al Qahir Izzuddin Mas’ud menyerahkan
tampuk kekuasaan kepada putranya. Setelah itu dia meninggal dunia. Dalam
keadaan yang demikian, Lu’lu’ mulai bangkit untuk mengatur
pemerintahan. Sedangkan, sang sultan yang saat itu masih kecil bersama
saudaranya hanyalah sebagai lambang saja. Dan, selanjutnya dia pun
diangkat sebagai sultan pada tahun 630 H.
Sultan Lu’lu’ adalah sosok pahlawan yang pemberani, memiliki tekad kuat,
berpengalaman, berjiwa pemimpin, sewenang-wenang dan zhalim. Namun, dia
disayang oleh banyak rakyatnya. Dia, juga pemimpin yang dermawan,
bertanggung jawab dan rupawan. Dia suka beramah-tamah serta bermuka
manis terhadap Tatar dan para penguasa Islam lainnya. Dia sangat
berwibawa dalam mengatur pemerintahan. Dia bahkan pernah melakukan
pembunuhan atas beberapa pejabatnya dan keharusan membayar denda atas
beberapa penguasa jazirah. Sebagian manusia pun berlebih- lebihan
terhadapnya dan menganggapnya dengan “Si Pedang tajam yang terbuat dari
emas.” Dia juga sangat memperhatikan para rakyatnya. Dia hidup di dunia
sekitar 90 tahun. Dia, yang dianugerahi wajah kemerah-merahan dan postur
tubuh yang menawan di sangka oleh sebagian orang yang melihatnya
seperti orang masih berumur 30-50 tahun.
Dia pernah merayakan hari besar Sa’aanin yang merupakan salah satu dari
sisa syiar penduduk setempat. Pada perayaan itu, dia persembahkan sebuah
meja makan yang sangat besar. Dia mendatangkan para penyanyi dan
menyediakan cawan-cawan yang berisi minuman keras. Dia bersenang-senang
dan menghamburkan banyak keping emas yang selanjutnya diperebutkan oleh
para hadirin yang ada. Perayaan ini, mengakibatkan dia dibenci oleh
rakyatnya karena di dalamnya terkandung unsur penghidupan kembali syi’ar
nasrani. Dikatakan, “Dia suka mengagungkan hari besar nasrani, dia
bahkan beranggapan bahwa Isa bin Maryam adalah tuhan. Ketika engkau
ingatkan dia akan kebesaran Arihiyyah. Maka, Armaniyah pun berkata,
tidurlah untuk sebuah keagungan”
Dikatakan bahwa dia bertindak sesuai intruksi Hulagho, bersahabat
dengannya serta mempersembahkan barang-barang berharga kepadanya. Di
antara barang- berharga itu adalah sebuah perhiasan yang sangat indah.
Anehnya, ketika Hulagho memintanya untuk menaruhnya di telinga Hulagho,
dia menurut saja. Dia mulai melubangi telinga itu dan memasukkan
anting-anting di telinganya. Setelah itu, dia pulang ke negaranya
sebagai bawahan Hulagho dan wajib membayar upeti untuknya. Begitulah,
akhirnya dia meninggal dunia di Maushil pada tahun 657 H.
Sepeninggalnya pemerintahan dipegang oleh putranya Ash-Shalih Ismail
yang saat itu mempersunting putri Hulagho. Suatu ketika, Ash-Shalih
membuat istrinya marah. Dan, hal ini menyebabkan Tatar datang ke Maushil
dan melakukan pengepungan selama 10 bulan. Maka, istrinya diambil
kembali oleh Tatar. Kemudian, Ash-Shalih pun menjemputnya di bangsa
Tatar. Namun, ternyata mereka menghianatinya. Tatar pun mulai
membumihanguskan Maushil.
0 komentar:
Show Hide CommentsPosting Komentar